Ramadhan kali ini terasa berbeda, rasanya benar-benar spesial. Bukan berarti Ramadan-Ramadhan yang lalu tidak spesial, setiap Ramadhan hadir selalu spesial, tapi kali in Ramadhan hadir dengan makna spesial yang lain. Hadiah. That’s right! Ramadhan kali ini aku maknai sebagai hadiah dari Allah. Bagaimana bisaa? Ceritanya bermula dari kehadiran amanah besar yang harus aku selesaikan sebagai seorang peneguk ilmu di universitas, eh politeknik sih (baca : tugas akhir). Pada akhirnya amanah itu datang juga menjumpaiku yang tidak begitu siap untuk menghadapinya. Ibarat berangkat perang, aku berangkat tanpa perlengkapan ataupun senjata, yang aku tau hanya satu : maju terus sampai titik darah penghabisan, eh bukan yang aku tau, tapi itu tekadku!
Amanah sebagai pengurus himpunan dan pengurus Unit Kegiatan
Kerohanian Islam (UKKI) di Kampus yang saat itu melekat pada diri sekalipun
tidak boleh dijadikan alasan untuk lemah dalam memperjuangkan amanah yang lain
(baca : tugas akhir) meskipun terkadang nurani kemanusiaan tetap hadir tatkala
kesusahan dan kesedihan melanda. Tapi mungkin memang begitulah cara Allah untuk
“mengkader” hambaNya, dengan tetap menghadirkan sisi-sisi kemanusiaan kita
dalam tiap kondisi, agar kita selalu bergantung pada Rabb semesta alam yang
tiada penolong dan pelindung sebaik Ia, agar kita selalu belajar mengambil
hikmah dari setiap kejadian sehingga menjadikan kita pribadi yang cerdas baik
IQ maupun EQ.
Saat itu, aku menyadari betul konsekuensi apa yang harus aku
terima tatkala mengemban dua amanah sekaligus hingga mendekati waktu pengerjaan
tugas akhir. Pada saat itu pula aku menyadari dua hal, pertama, aku harus
mengerjakan tugas akhir sedikit demi sedikit lebih awal agar aku tidak kerepotan
di akhir, kedua, aku tetap fokus menjalankan dulu kedua amanah hingga selesai dengan
risiko tidak boleh menyesal jika waktu pengerjaan tugas akhirku kelak
berkurang. Guess what? Seiring berjalannya waktu, ternyata hati, otak, dan raga
ini memilih untuk menjalankan pilihan kedua. Pilihan yang mungkin, sangat bodoh
bagi kebanyakan orang.
Keyakinan, ya, keyakinanlah yang akhirnya menguatkan hati
ini untuk terus melaju menghadapi segala risiko dari pilihan yang sudah dengan
sadar aku pilih sendiri. Keyakinan bahwa Allah akan menolong hambaNya yang
berusaha untuk mendapatkan pertolonganNya. Bahwa pertolongan itu tidak
didapatkan dengan hanya “meminta” tapi juga dengan menjemputnya. How? Tentu
saja dengan berusaha, ya benar, berusaha. Tunjukkan kesungguhan kita dalam
meminta dengan berusaha dan bekerja dengan nyata! Segala langkah apa saja yang
tidak menyalahi aturanNya berusaha aku tempuh meski ketakutan akan kegagalan
juga terus mengiringi. Mengerjakan tugas akhir hingga subuh, rajin menghadap ke
pembimbing, tetap mengikuti syuro, tetap mengikuti mentoring, tetap mengisi
mentoring, tetap belajar menulis, semua aku jalani dalam rangka “menjemput
bola”. Sudah berusaha saja terus, sudah tidak ada waktu untuk berleha-leha,
it’s your choice! Seperti kata saudariku yang aku temui sehabis sholat ashar di
mushola : “ana duluan ya ukhti, ana sedang berusaha mencari alasan agar Allah
menolong ana saat sidang nanti”. Subhanallah.
"Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu". (QS. Muhammad : 7)
Marah, sedih,kesal, dan bahkan menangis pun pernah aku alami saat itu. Okelah, aku memang tidak sekuat dan sesabar seperti yang terlihat, tapi aku masih memaklumi air mata saat itu sebagai luapan perasaan kesal dan lelah karena menemukan kesulitan pada saat pengerjaan tugas akhir yang tidak aku temui jalan keluarnya, sementara aku sudah tidak punya waktu lagi untuk sekadar mengistirahatkan pikiran agar kembali segar untuk memulai mengerjakan kembali. That’s okay, aku masih memaklumi itu. Tapi aku tidak akan pernah memaklumi jika aku menangis karena menyesal dengan apa yang sudah aku jalani dengan pilihan-pilihan yang aku buat dengan sadar. Naudzubillah.
Semangat dan motivasi timbul tenggelam menemani perjalananku
saat itu. Kedekatan waktu pengerjaan dengan Ramadhan menjadi motivasi
tersendiri bagiku untuk terus berjuang menjemput pertolongan Allah, untuk
menjemput hadiah terbaik dariNya, yaitu datangnya Ramadhan bulan penuh ampunan
dan barokah. Bahwa saat itu aku harus tetap kuat menjalani semuanya untuk
menyambut datangnya hadiah spesial dari Allah. Begitu pula dengan hadirnya
Orang tua, kakak, bude, seluruh keluarga besar, teman-teman seperjuangan D3 ITA
09, serta saudariku dalam perjumpaan di UKKI selalu berhasil menjadi
penyemangat dan pelipur saat hati lelah.
Pada akhirnya, segala yang bermula dari keyakinan yang kuat
pada RabbNya, disertai usaha yang istiqomah dalam menjemput pertolonganNya
pasti akan berbuah manis. Subhanallah, begitu indah cara Rabb semesta alam
menunjukkan kuasaNya. Pertolongan itu sungguh nyata datang kepadaku. Sidang
tugas akhir yang menjadi momok bagi kebanyakan mahasiswa aku jalani dengan
lancar, minggu revisi yang begitu menegangkan dan melelahkan dapat aku lewati
dengan lancar pula. Alhamdulillaah. Rabb membayar dengan lunas usaha dan doaku,
LULUS ! Satu kata yang sungguh meluluhkan hati ini untuk terus berucap Subhanallah,
Alhamdulillah, Allahu Akbar. dan sekarang, aku jalani Ramadhan dengan perasaan
haru dan bahagia.
Allah tidak akan menyia-nyiakan amalan baik yang dilakukan oleh hambaNya. Yakinlah.
Sebaik-baik pelindung dan penolong adalah Allah.
"Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung". (QS Ali Imran 173)
Surabaya, 17 Ramadhan 1433 H (4 Agustus 2012)
Penuh kesyukuran pada Rabb semesta alam
Comments
Post a Comment