Selalu ada harapan dalam setiap nafas. Tak semua awal yang
buruk berakhir juga dengan buruk. Allah SWT menganugerahkan kita otak untuk
berpikir, hati untuk meresapi rasa, dan lima panca indera untuk menjajaki
kehidupan. Begitulah , mungkin, cara orang “besar” memaknai kehidupan ini.
Semua berawal dari mimpi, dan inilah salah satu kisah mimpi yang menjadi
kenyataan. Well, part of story I always love :*
9 Summers 10 Autumns
inspiring book :') |
Iwan Setyawan, lahir pada 2 Desember 1974 di kota Batu,
Malang, Jawa Timur ditengah-tengah keluarga yang sangat sederhana. Ia adalah
anak ke-3 dari 5 bersaudara, dan satu-satunya anak laki-laki dalam keluarganya.
Ayahnya bekerja sebagai supir angkutan umum di Batu, sementara Ibunya adalah
seorang ibu rumah tangga. Mereka hidup dalam kesederhanaan di sebuah rumah
kecil di bawah Gunung Panderman. Cinta yang begitu besar dari orang tua dan
ke-empat saudarnya berhasil menciptakan kehangatan dalam rumah kecil milik
Iwan. Berawal dari sinilah mimpi sederhana Iwan itu tercipta, Ia ingin
mempunyai ruang kamar sendiri suatu saat nanti.
Layaknya anak pada
umumnya, Iwan juga menempuh pendidikan formal sekolah di Batu. Ia memulai
langkahnya di SDN I Ngaglik Batu. Iwan termasuk salah satu anak yang
berprestasi di sekolahnya, Ia selalu berhasil menjadi 3 terbaik selama menempuh
pendidikan Sekolah Dasar. Hal ini tidak lepas dari kakak-kakaknya, Mbak Isa dan
Mbak Inan yang selalu menginspirasinya. Mereka
berdua belajar dengan tekun agar berhasil dalam pendidikannya. Begitulah Iwan
menjadikan kakak-kakaknya teladan dalam berprestasi di sekolahnya. Hal ini
pulalah yang menginspirasi adik-adiknya, Rini dan Mira untuk memberikan yang
terbaik di sekolahnya.
Sepintas tidak terlalu nampak ada yang berbeda dari masa
kecil Iwan. Seperti layaknya anak kecil, Ia juga menghabiskan waktunya di
sekolah. Tapi, yang membuat Ia berbeda adalah beratnya perjuangan demi menempuh
pendidikan di sekolah. Hasrat untuk menuntut ilmu harus dibayar dengan
pengorbanan yang tidak sedikit. Ayahnya harus bekerja lebih keras menarik
angkot, Ibunya sampai harus menjual beberapa barangnya demi memenuhi kebutuhan
sekolah anak-anaknya. Iwan, dan kedua kakaknya juga harus berjuang, mereka ikut
bekerja guna membantu ekonomi keluarga dan untuk mendapatkan uang saku
tambahan. Iwan, yang berhasil melanjutkan pendidikannya ke SMPN I Batu, diusia
semuda itu sudah bekerja dengan memberikan les privat pada anak-anak lain. Tak jarang,
saat Ramadhan tiba, Ia mencari penghasilan tambahan dengan membantu tetangganya
di pasar atau membantu usaha tetangganya.
Perjuangan Iwan untuk terus menempuh pendidikan yang lebih
tinggi demi masa depan yang lebih baik, demi menghilangkan bayang-bayang hanya
menjadi supir angkot berbuah manis, Ia berhasil melanjutkan pendidikannya di
SMAN I Batu. Berseragam putih abu-abu, Iwan memulai dunia barunya, tekadnya
untuk selalu menjadi yang terbaik selalu dibarengi dengan usahanya yang keras. Perjalanan
Iwan pun semakin berwarna dengan keikutsertaannya pada kegiatan ekstrakulikuler
Teater. Baginya , hal ini membuka pandangan hidup yang benar-benar berbeda dari
sebelumnya. Ia mulai bisa melihat dan merasakan betapa besarnya kehidupan dunia
di luar sana. Rasa percaya diri Iwan pun semakin besar, keinginannya untuk
mengubah nasib keluarganya semakin menggebu-gebu.
Kesuksesan terus mengikuti Iwan semasa pendidikannya di
Sekolah Menengah Atas. Selepas dari SMA Iwan berhasil lolos ujian masuk ke
salah satu Universitas bergengsi di negeri ini, Institut Pertanian Bogor (IPB).
Tidak main-main Iwan masuk ke Jurusan Statistika, jurusan yang bergengsi dan
terkenal sangat sulit untuk bisa masuk di dalamnya. Iwan, di sini harus
bersaing dengan ratusan mahasiswa pintar lainnya dari seluruh Indonesia yang mempunyai
prestasi tidak hanya di tingkat nasional bahkan di tingkat internasional. Perjuangan
Iwan semakin berat, selain harus memutar otak untuk bersaing dengan
teman-temannya, Ia juga harus berpikir keras untuk biaya hidupnya semasa dalam
perantauan. Ayahnya rela menjual angkot untuk biaya kuliah Iwan dan beralih
menjadi supir truk. Bahkan, Iwan sampai harus berhutang pada pamannya guna
mencukupi biayanya.
Siapa yang menanam dialah yang akan menuai, mungkin
peribahasa ini sangat cocok untuk menggambarkan perjuangan hidup seorang Iwan
Setyawan. Ia berhasil menjadi salah satu lulusan terbaik fakultas MIPA IPB pada
tahun 1997. Tidak lama setelah itu Ia berhasil mendapatkan pekerjaan bergengsi
sebagai data analisis di Nielsen dan Danareksa, Jakarta. Pertama kalinya dalam
hidup, pada akhirnya Iwan mendapatkan kamarnya sendiri di sebuah tempat kos di
Jakarta. Keinginan Iwan untuk menjadi seorang pekerja di tempat bergengi
terwujud, Ia bekerja di gedung perkantoran di daerah bergengsi di Jalan
Sudirman Jakarta. Melebihi mimpinya untuk mempunyai kamar sendiri, karena
prestasinya selama 3 tahun bekerja di Nielsen, Ia mendapatkan kesempatan untuk bekerja
sebagai salah seorang Staf Senior Data Processing di Nielsen New York, Amerika.
Sepuluh tahun bekerja dengan prestasi yang baik di Nielson New York, Iwan
Setyawan sampai pada puncak karirnya, Ia berhasil menjadi Director Internal
Client Management at Nielsen Consumer Research.
Begitulah perjalanan hidup yang ditempuh Iwan Setyawan,
perjuangan dan pengorbanannya yang besar untuk mencapai mimpi sederhananya,
mempunyai kamar sendiri, berbuah lebih dari itu. Ia bahkan berhasil melampaui
mimpi-mimpinya sendiri. Becoming a New Yorker! a successfull New Yorker. Iwan
Setyawan, dari kota Apel berhasil menaklukan The City Of Big Apple.
Well, now, are you dare to pursue your dreams?
Kamis, 8 Agustus 2013, Malam Idul Fitri 1434 H, 23:52.
iya sama-sama, salam kenal juga :)
ReplyDelete