Mau beropini sedikit
nih tentang bagaimana smartphone sangat
mampu untuk mengubah pola bersosialisasi kita dengan lingkungan sekitar. Jadi begini
ceritanya. Hari Sabtu kemarin saya mengikuti senam hamil (Alhamdulillah, yes
Iam pregnant and it’s already 8 months) di salah satu Rumah Sakit Ibu dan Anak
(RSIA) swasta di kota Surabaya. Waktu itu saya datang sekitar pukul 09.00 WIB
karena emang infonya senam hamil dimulai pukul 9 pagi. Tapi ternyata saya
adalah peserta pertamax yang datang pada hari itu, lumayan seneng sih karena
tumbenan bisa dateng tepat waktu (ya saya jujur mengakui bahwa saya biasanya
suka ngaret, tipikal org Indonesia banget kan ya, eh, ahahaha). Setelah registrasi
dan timbang berat badan saya ganti baju yang sudah disiapkan dari pihak RSIA. Trus
saya pilih matras agak depan yang deket sama instrukturnya (maklum mata minus
dan silinder dan lagi nggak bawa kacamata jadi nggak kliatan klau kejauhan). Nggak
lama setelah itu, dateng lagi satu persatu peserta senam hamil lainnya.
Bumil yang satu jalan
sambil senyum dan tanya “ini tempatnya terserah ya mbak?” lalu saya jawab “iya
mbak”, trus mbak-mbak bumil itu ambil tempat duduk di matras paling depan yang
mana berjarak 2 matras dengan saya. Trus sudah tidak ada percakapan lagi. Buibu
yang sudah dateng lainnya duduk di matras sebelah kiri dan kanan saya. Bener-bener
pas bersebelahan. Saya waktu itu langsung meletakkan smartphone saya dan senyum ke buibu itu dengan anggapan bahwa akan
terjadi percakapan setelah itu. Dan benar ternyata mbak di sebelah kiri saya
nanyain sudah berapa bulan usia kandungan saya (waktu itu saya pikir bakal
terjadi percakapan panjang dengan mbak ini).
Tapi ternyata cuma dua
pertanyaan saja dan sudah tidak ada percakapan lagi. Berikutnya sudah pada sibuk
pegang smartphone masing-masing.
Saya masih noleh-noleh
sih dengan harapan bakal ada obrolan meski hanya sekadar berkenalan nama. Tapi nyatanya
tidak. Saya toleh masih sibuk sama smartphone-nya
masing-masing. Iya sudah akhirnya saya ambil smartphone saya trus mulai sibuk main smartphone juga, hiks (sebenernya klau lagi ngumpul sm orang lain
saya agak kurang suka main smartphone sih).
Sesekali mbak yang di sebelah kiri saya masih ngomong sepatah dua patah kalimat,
tapi trus sibuk lagi sama smartphone-nya.
Padahal waktu itu instruktur senan hamilnya belum dateng dan kami menunggu
sekitar 1 jam-an dengan kondisi pada sibuk dengan smartphone-nya masing-masing, kecuali 2 orang mbak-mbak di matras
depan agak kiri saya yang ngobrol terus mulai dateng sampai instruktur dateng. Salut
deh sama mereka.
Sebenarnya mungkin di
sini saya juga salah sih karena tidak memulai percakapan dengan mbak-mbak di
sebelah-sebelah saya dan hanya memberi gesture dengan menoleh dan tersenyum ke
mereka. Pikir saya itu “kode” untuk memulai sebuah percakapan, minimal kenalan
nama. Tapi ternyata masih pada sibuk dengan smartphone
masing-masing. Mau ngajak ngobrol jadi takut ganggu. Ternyata pola
bersosialisasi kita sudah berubah sekarang ini. Smartphone memang mendekatkan kita dengan yang jauh namun justru
menjauhkan kita dengan yang dekat. Bener nggak sih kalau sekarang ini kita
lebih suka berinteraksi dengan orang yang sudah kita kenal di sosial media
(sosmed) yang bisa kita akses melalui smartphone
ketimbang mencari teman baru yang nyata ada di sekitar kita? Kalau dulu seingat
saya kita selalu antusias untuk bersosialisasi dengan teman-teman yang ada di
lingkungan sekitar kita, yang nyata gitu. Tapi sekarang jaman sudah berubah. Pola
manusia bersosialisasi pun berubah. Semuanya terjadi karena munculnya sebuah
benda bernama smartphone. Benarkah begitu?
Wallahu A'lam Bishowab
Comments
Post a Comment